Review The Souvenir (2019): Film Subtil yang Menyayat, Potret Cinta dan Pencarian Jati Diri

 

Review The Souvenir (2019): Film Subtil yang Menyayat, Potret Cinta dan Pencarian Jati Diri
Review The Souvenir (2019): Film Subtil yang Menyayat, Potret Cinta dan Pencarian Jati Diri (Foto: IMDb)

RESENSIFILM.MY.ID - Sebagian besar film tentang cinta menghadirkan hubungan yang penuh gairah, konflik besar, dan resolusi dramatis. Namun, The Souvenir (2019), film garapan Joanna Hogg, mengambil pendekatan yang berbeda. Ini adalah kisah cinta yang terasa sangat nyata—halus, lambat, dan menyakitkan. Film ini lebih dari sekadar romansa, tetapi juga refleksi mendalam tentang jati diri, hubungan yang tidak sehat, dan bagaimana kenangan membentuk seseorang.

Jika kamu mencari film dengan alur cepat atau drama yang eksplosif, The Souvenir mungkin bukan pilihan yang tepat. Tetapi jika kamu menghargai film yang lebih atmosferik, emosional, dan mendalam, film ini bisa menjadi pengalaman sinematik yang mengesankan.

Sinopsis: Cinta yang Lembut, Tapi Beracun

Julie (Honor Swinton Byrne) adalah seorang mahasiswa film yang sedang mencari jati dirinya. Ia berasal dari keluarga kaya di Inggris pada era 1980-an, namun tetap berusaha memahami dunia dengan caranya sendiri. Suatu hari, ia bertemu dengan Anthony (Tom Burke), seorang pria yang lebih tua, cerdas, dan penuh pesona.

Di permukaan, Anthony tampak seperti pria yang menarik—ia berbicara dengan elegan, berwawasan luas, dan seakan memiliki dunia sendiri yang menarik bagi Julie. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka mulai menunjukkan sisi gelapnya. Anthony adalah seorang pecandu heroin, dan ketergantungannya perlahan-lahan mulai menghancurkan hubungan mereka.

Julie, yang masih polos dan sedang mencari tempatnya di dunia, terjebak dalam hubungan yang melelahkan ini. Ia mulai kehilangan dirinya sendiri, mencoba menyelamatkan seseorang yang tampaknya tidak ingin diselamatkan. Ini bukan sekadar kisah cinta yang manis, tetapi potret nyata tentang bagaimana hubungan bisa menjadi racun yang sulit dihindari.

Gaya Penyutradaraan: Keindahan dalam Kesederhanaan

Joanna Hogg dikenal dengan gaya penyutradaraan yang realistis dan hampir dokumenter. The Souvenir adalah bukti betapa efektifnya pendekatan ini. Kamera sering menangkap momen-momen kecil—percakapan sederhana, ekspresi wajah yang nyaris tak terlihat, keheningan yang terasa lebih kuat daripada dialog panjang.

Hogg menggunakan banyak long take dan komposisi yang statis, membuat penonton merasa seperti sedang mengintip kehidupan nyata seseorang, bukan menonton film. Ini memberikan rasa kedekatan yang luar biasa dengan karakter, terutama Julie, yang diperankan dengan sangat alami oleh Honor Swinton Byrne.

Dialog dalam film ini juga terasa spontan dan tidak dibuat-buat. Ada banyak adegan di mana percakapan berjalan dengan canggung atau bahkan diam untuk waktu yang lama. Ini menciptakan atmosfer yang lebih intim dan jujur, jauh dari kesan melodramatis yang sering ditemukan dalam film romansa konvensional.

Akting yang Autentik dan Emosional

Honor Swinton Byrne memberikan penampilan yang luar biasa sebagai Julie. Ia bukan aktris berpengalaman saat mengambil peran ini, tetapi justru itulah yang membuatnya terasa begitu otentik. Ia tidak berusaha “berakting,” melainkan benar-benar menjadi karakter tersebut—gadis muda yang naif, penuh rasa ingin tahu, dan pada akhirnya, patah hati.

Sementara itu, Tom Burke sebagai Anthony adalah sosok yang penuh teka-teki. Ia bisa sangat menawan dalam satu momen dan sangat menjengkelkan di momen berikutnya. Ia adalah pria yang cerdas tetapi penuh manipulasi, seseorang yang bisa membuatmu jatuh cinta dan frustasi pada saat yang bersamaan.

Chemistry antara kedua pemeran utama terasa begitu nyata, membuat hubungan mereka tampak hidup dan kompleks. Kamu bisa merasakan ketertarikan Julie terhadap Anthony, tetapi juga frustrasi dan kebingungannya saat menghadapi sikap destruktif Anthony.

Tema: Cinta, Penyalahgunaan, dan Pencarian Jati Diri

Salah satu kekuatan terbesar The Souvenir adalah bagaimana film ini mengeksplorasi hubungan yang tidak sehat tanpa menghakimi atau menyederhanakan masalahnya. Film ini menunjukkan bagaimana seseorang bisa terjebak dalam hubungan yang buruk, bukan karena kebodohan, tetapi karena cinta yang mendalam dan ketidakpastian diri.

Julie bukanlah karakter yang lemah, tetapi ia masih mencari jati dirinya. Ia ingin menjadi pembuat film, tetapi belum tahu bagaimana caranya. Ia ingin mencintai, tetapi belum paham batas-batas yang sehat dalam hubungan. The Souvenir adalah perjalanan tentang bagaimana seseorang tumbuh dan belajar dari kesalahan, meskipun dengan cara yang menyakitkan.

Ada juga tema besar tentang bagaimana kita mengenang masa lalu. Judul The Souvenir sendiri berarti "kenang-kenangan," dan film ini terasa seperti seseorang yang mencoba mengingat kembali kisah cintanya—dengan segala keindahan, kebingungan, dan luka yang menyertainya.

Kesabaran yang Dibutuhkan untuk Menikmati Film Ini

Tidak semua orang akan menikmati The Souvenir. Ini adalah film dengan ritme yang sangat lambat dan cenderung minimalis. Banyak adegan yang terasa seperti potongan kehidupan nyata tanpa konflik besar atau klimaks dramatis. Jika kamu terbiasa dengan film-film yang lebih konvensional, mungkin kamu akan merasa film ini membosankan.

Namun, bagi yang bisa bersabar dan membiarkan diri tenggelam dalam dunia yang diciptakan Joanna Hogg, The Souvenir adalah pengalaman yang sangat kaya secara emosional. Film ini tidak memberi jawaban atau resolusi yang jelas, tetapi justru itulah yang membuatnya terasa begitu nyata.

Kesimpulan: Film yang Menghantui dan Tak Mudah Dilupakan

The Souvenir bukanlah film romansa biasa. Ini adalah kisah yang subtil, reflektif, dan sangat personal tentang cinta, kehilangan, dan pertumbuhan. Film ini tidak memberikan kenyamanan atau kepuasan instan, tetapi justru meninggalkan kesan yang mendalam.

Jika kamu menyukai film-film arthouse yang lebih mengutamakan emosi dan atmosfer daripada plot yang jelas, maka The Souvenir adalah pilihan yang tepat. Ini adalah film yang akan tetap tinggal di pikiran lama setelah kamu menontonnya—seperti kenangan akan cinta yang pernah ada, yang indah sekaligus menyakitkan.

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments